Pendidikan Dalam Konsep Lukman ~ [ARTIKEL]



Pendidikan Dalam Konsep Lukman
Oleh:
Chairil
Guru Pesantren Terpadu Al-Mujaddid

Perkembangan zaman telah mengantarkan kepada era baru, percepatan pertumbuhan berbagai bidang pun tidak dapat dihindari. Ilmu pengetahuan turut ambil alih dalam melahirkan media baru, memfasilitasi kita untuk memperoleh segala sesuatu yang kita inginkan dengan mudah. Namun, setiap revolusi pasti akan memberikan efek samping bagi penggunanya, salah satunya dalam aspek pendidikan.

Ilustrasi
 Perilaku tidak bermoral terjadi semakin sering terdengar, antara lain kasus tawuran antar pelajar di beberapa sekolah, pergaulan bebas, tersebarnya video porno dan lain sebagainya. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2009) menyatakan sebanyak 32% remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhu bungan seks.  Kasus lain berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga tahun 2012 pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,2 juta orang. Dari jumlah ini 32% adalah pelajar dan mahasiswa.[1]
Permasalah diatas harus menjadi dorongan bagi kita semua untuk berbenah bersama, dan saling melengkapi untuk menghapus kesalahan ini. Hal ini sesuai dengan hukum tri darma pendidikan indonesia bahwasanya tujuan pendidikan akan berhasil jika orang tua, sekolah dan masyarakat saling besinergi mendorong kemajuan pendidikan terutama bidang koognitif, afektif dan psikomotorik. Namun, orang tualah yang sebenarnya yang mengarahkan anak sesuai keinginnannya, baik menuju jalan yang benar maupun jalan yang tersesat.
            Sudah banyak peniliti maupun instansi terkenal yang menyumbangkan peran penting dalam dunia pendidikan. Pengangkatan beberapa tokoh pendidikan terus diangkat untuk memberikan banyak teori-teori pendidikan. Maka penulis ingin mengangkat hanya seorang tokoh yang telah diabadikan dalam Al-Quran guna menjawab bagaimana pemahaman pendidikan dalam kontek Al-Quran dan siapa tokoh sebenarnya Luqmanul Hakim serta bagaimana ia sukses menerapkan tahapan pendidikan bagi anaknya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagaimana pendidikan diperoleh oleh manusia dan mengetahui tokoh fenomenal dalam pendidikan anak, Sehingga memunculkan rekomendasi baru bagi kaum muslimin umumnya dan bagi para orang tua secara khusus.

Pembahasan
1.      Pengertian Pendidikan
Al-Quran telah banyak memberikan seruan bagi umat manusia untuk menggalakkan pendidikan. Namun, secara tematik hanya satu kata utama yang digunakan untuk menjelaskan motode pendidikan qurani yaitu “Allama”, kata ini berasal dari kata “Alama” yang berarti mengetahui. Penambahan tasdit pada huruf lam, menjadi ‘alllama” mengakibatkan perubahan makna menjadi mengajarkan, yang kemudian kita kenal dengan istilah “Ta’lim” yaitu pengajaran atau pembelajaran.[2]
Istilah ini akan diuraikan satu persatu bedasarkan munasabah ayat dengan ayat lainnya. Penulis mengangkat wahyu pertama sebagai sumber utama tentang pengajaran.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)  (العلق:1-5)
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang maha mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq: 1-5)
Kata iqra’ memiliki arti antara lain: membaca, menelaah, meneliti, mencari ciri-ciri sesuatu dan sebagainya. Ayat diatas tidak menyebutkan objek bacaan, para mufassir berbeda pendapat terhadap objek perintah ini, ada yang mengatakan wahyu Allah dan ada yang nama Allah. Jika ditinjau dari segi kaidah bahasa, jika sebuah kata kerja yang membutuhkan objek tapi tidak dicantumkan, maka ia bermakna umum dan mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut[3].
            Allah memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh nabi Muhammad saw dan menerangkan proses penciptaan manusia serta pengenalan makhluk Allah yang pertama kali diciptakan yaitu Qalam. Istilah ini digunakan untuk menentukan semua takdir sejak awal penciptaan dunia hingga akhir zaman nanti.
Kemudian Allah mengulangi perintahnya dengan kontek “Rabukal Akram”. Istilah ini menjelaskan Allah lah satu-satunya pendidik dan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Ilmu pada dasarnya memiliki ikatan keilmuan sampai kepada nabi Muhammad dan berakhir pada Allah swt yang tiada ilmu yang lahir kecuali dari Dia. Maka, pendidikan dan pengajaran Allah terbagi menjadi dua, pertama melalui Al-Quran dan sunnah yang dijelaskan melalui perantara Rasulullah. Sebagaimana firmannya
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آَيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُون  (البقرة: 151)
Sedangkan cara kedua Allah memberikan ilmu melalui ilham atau dikenal dengan istilah ilmu Laduni yaitu pentunjuk yang diberikan Allah secara lansung tanpa perantara, kepada sebagian manusia yang ia kehendaki. Sebagaimana tergambar dalam sebuah kisah keinginan Nabi Musa as menemui seorang pemuda yang berikan pengetahuan melebihi deirinya sendiri.
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا   (الكهف:65)
Lalu mereka mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah kami berikan rahmat kepadanya dari sisi kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. (QS. Al-Kahfi: 65)
Semua firman Allah tentang pengajaran semuanya merujuk kepada kata “Allama”, hal ini bisa pembaca lihat semua ayat pendidikan yang penulis angkat dalam makalah ini. Allah memilih kata ini untuk menjelaskan cara Allah memberi ilmu kepada manusia yaitu membutuhkan proses dan memiliki tingkatan yang bertahap. Hal ini juga memiliki pesan tersirat bagi umat manusia bahwasanya seorang ulama, pemimpin, dokter, insinyur, guru, bahkan Nabi Adam pun selaku bapak umat manusia saja membutuhkan proses panjang tersebut. Sebagaimana terungkap sebagai berikut:
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا... (البقرة:31)
Dan Dia (Allah) Ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya...(Al-Baqarah: 31)
Profil Luqman
            Berikut gambaran karakter Lukman dalam Al-Quran:
وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (لقمان:12)
Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur (kufur) maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuci.” (QS: Luqman:12)
Iman Sya’rawi dalam tafsirnya menjelaskan yang dimaksud Hikmah disini ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan kebutuhan yang berlaku. Para ulama berselisih paham tentang status sebenarnya Luqman. Sebagian mengatakan Rasul dan sebagian lainnya mengatakan seorang Ahlul Hikmah yaitu orang Shaleh. Namun riwayat yang kuat menjelaskan bahwasanya ia bukanlah seorang Rasul melainkan seorang yang Ahlul Himah.
خَيّر الله لقمان الحكيم بين النبوة والحكمة، فاختار الحكمة على النبوة.
Allah memberikan pilihan kepada lumanul hakim antara nabi dan Ahli hikmah, dan ia memilih menjadi ahli hikmah daripada Nabi.
Pengangkatan tokoh Luqman tentu tidak meniggalkan sunnah Rasullah. Adapaun tahapan metode pendidkanya akan terurai satu persatu sebagai berikut:
Tahapan Pertama
Pendidikan pertama yang harus didapat oleh Sarani nama anak Luqman ialah pondasi ketauhidan. Yaitu dengan menyembah hanya kepada Allah dan tidak boleh menyutukannya dengan sesuatu apapun selain dirinya,[4]sebagaimana tergambar dalam seruannya:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ( 13
 Dan ketika Luqman berkata bagi anaknya, ketika dia memberi pelajaran bagi anaknya. “wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya persekutuan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
            Pengertian syirik adalah perbuatan dosa besar yang menyekutukan Allah dengan segala sesuatu selain Allah dan tidak akan mendapatkan ampunan. Sesuai dengan wanti-wanti Al-Quran
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (النساء:48)
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. Al-Nisa': 48)
Contoh sederhana menanamkan pendidikan tauhid usia dini ialah dengan menghafal Al-Ikhlas. Selain suratnya yang pendek dan mudah dihafal, surat ini mengandung rangkuman nilai tauhid. Tepat sekali untuk menanamkan KeEsaan Allah swt yang menjadi tempat mengadu segala sesuatu, tidak memiliki keturunan dan tidak ada jenis apapun yang mampu menyainginya.
Tahapan Kedua,
Setelah penanaman pondasi yang kokoh, Luqman memberikan bimbingan anaknya agar senantiasa berbakti kepada orang tua, sebagaimana tertuang dalam nasehatnya:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (لقمان:14)
Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keaadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahu. Bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada aku kembalimu. (Luqman:14)
Perintah Allah selanjutnya ditunjukan kepada orang tua sebagaimana ia telah merawat kita dari bayi hingga dewasa. Qatadah menjelaskan kesungguhan ibu mendidik dan menyusui anaknya diatas segala kesungguhannya[5], selama dua tahun dan akan terus berlansung hingga penghujung hayatnya. Perintah ini juga saling bersinergi dengan perintah untuk menyembah hanya kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan oleh ayat lainnya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (الإسراء: 23)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Ayat diatas mengandung tutorial cara kita mengabdi kepada orang tua. Yaitu dengan senantiasa berkata baik kepadanya dengan sebaik-baik perkataan dan selalu setia menemaninya dalam segala urusan. Sebuah formulasi al-Quram dalam redaksi “Ihsana” pada ayat diatas. Allah mengulang kata ini hingga 4 kali di dalam Al-Quran, tiga lainnya terdapat dalam surat Al-Baqarah: 83, surat An-Nisa’:36, Al-Anam: 151 dan tentunya didalam surat Al-Isra’ Ayat 23 diatas.
Dalam salah satu metode memahami Al-Quran ialah Husnul Ada’i, menyatakan bahwa semua ayat dengan redaksi yang sama “ihsana” bermakna kewajiban mutlak bagi anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Mengacu pengulangan dan penguatan Allah tersebut, ternyata orang tualah yang paling berperan dalam melahirkan anak yang baik[6]. Jika pendidikan yang didapat tidak baik maka berkemungkinan besar ia akan melakukan kejahatan dikala ia besar bahkan bisa menyekutukan Allah dan Durhaka kepada orang tuanya.
Tetapi perintah untuk berbuat baik kepada orang tua di Surat dan ayat lainnya sedikit berbeda redaksinya: Yaitu
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا...(العنكبوت: 8)
Dan telah kami perintahkan kepada manusia agar (berbuat) baik kepada orang tuanya...(Al-Angkabut:8)
Masih dalam kajian yang sama dan perintah yang sama, tetapi dengan kata yang berbeda. Allah menggunakan kata Husna tidak Ihsana yang bermakna baik, yaitu zat yang tidak terikat dengan sebab atau sifat yang datang dengan sebab lain. Karena sebagai peringatan bagi anak agar tidak mendurhaki ibu bapaknya walaupun ia tidak pernah mendapatkan pendidikan terbaik dari orang tuanya. Melainkan tetap wajib mentaatinya dengan baik bahkan mengajak ia dengan cara lemah lembut kepada hal yang diridhai oleh Allah swt. Jika sudah terlanjur mengikuti kesyirikan orang tuannya maka bersegeralah kembali bersama orang-orang yang bertaubat seperti orang-orang sebelum kamu. Dari kesyirikan. Hal ini sesuai dengan keinginan Luqman dalam ayat selanjutnya:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا... (لقمان:15)
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau mentaati keduanya dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik,... (Luqman:15)

Tahapan Ketiga
Setelah sukses mendidik anaknya dengan pemahaman ketauhidan dan pembuktian pengabdian kepada orang tua, Luqman kembali mengulang materi tentang Ilahiaah yaitu meyakini keditailan pengawasan Allah bagi seluruh hambanya. Usaha ia untuk memahamkan ini direalisasikan dalam bentuk perumpaan dengan biji yang sagat kecil, yiatu biji sawi:
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (لقمان:16)
Luqman berkata “wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau dalam langit atau di bumi, niscaya Allah aan memberinya (balasann). Sesungguhnya Allah maha Mahahalus. Mahateliti.(QS. Luqman:16)
            Seandainya seseorang melakukan kesalahan maupun kebajikan. Maka kita harus menanamkan kepada anak untuk berkeyakinan bahwasanya Allah mengetahui segala sesuatu itu, walaupun ia melakukanya dibawah batu sekalipun yang tidak ada orang lain yang mampu menjarahinya. Allah akan memberikan balasan bagi setiap hambanya yang telah siap untuk dilahirkan kedalam dunia sesuai dengan benar salah dan besar kecilnya sebuah perbuatan.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا ، وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (الزلزلة 7-8)
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar Zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.(QS.Al-Zalzalah:7-8)
Tahapan Keempat
            Setelah anaknya meyakini balasan yang akan ia dapat dari segala sesuatu yang ia lakukan. Maka saatnya luqman memberikan pelajaran selanjutnya yaitu Shalat
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (لقمان:17)
Wahai anakku dirikanlah shalat! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah  terhadap apa yang menimpamu sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (Luqman: 17)
Benarlah arahan Luqman bagi anaknya untuk mendirikan shalat, karena anak merupakan bagian dari keluarga dan bersabar dalam menghadapi segala rintangan ditengah-tengah perjalanannya. Sebagaimana diperkuat dengan ayat lainnya:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (طه:132)
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thâhâ:132)
Masih dalam tahapan keempat Luqman juga memberikan nasehat bagi anaknya untuk merasakan cinta dan pengagungan terhadap agamanya sehingga dikala ia sudah besar ia akan memilih tiga tingkatan Amar Ma’ruf berikut ini:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيَفْعَلْ وَقَالَ مَرَّةً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ بِيَدِهِ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ بِلِسَانِهِ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Barang siapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu, ubahlah dengan hatinya.”(HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)
Luqman juga tidak lupa untuk mengingatkan anaknya bahwasanya yang melakukan jihad, pasti akan mendapatkan celaan dan siksan dari orang-orang. Maka hanya sabarlah yang bisa kita lakukan dan jangan pernah kita membagakan diri kita, jika kita mau dan membuahkan hasil terbaik dari jihad kita. Sebagaimana wanti-wanti Luqman dalam langkah selanjutnya.
Langkah Kelima
Konsep ini merupakan kunci utama kesuksesan kehidupan dalam bermasayakat, disamping itu juga inilah sebenarnya yang menyebabkan poin-poin sebelumnya diterima. Karena Alllah tidak akan cinta bagi orang-orang yang membanggakan diri dengan segala amalannya. Hal terbukti dalam peringatan Allah berikut ini:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ  (لقمان:17)
Dan jaganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena Sombong) dan jaganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Luqman:17)
              Orang-orang sekeliling kita yang sudah banyak mendapatkan pengalaman dibidangnya masing-masing tidak akan pernah mau menerima orang diluar mereka secara tiba-tiba memberikan pengajaran kepadanya, apa lagi turut disertai dengan sifat sombong dalam kita berinteraksi dengan mereka. Oleh karena itu, jika kita sudah sukses menanamkan nilai-nilai agamana pada anak, jangan pernah lupa untuk mensisipi nilai akhlak yang mulia sebagai kunci ia menjalankan amar ma’ruf dan kesuksesannya di Akhirat nanti.
Salah satu dari banyak keseriusan Luqman untuk menjauhkan anaknya dari sifat kesombongan ialah dengan memberikan contoh cara beradaptasi dan cara berkomunikasi yang beik dengan sesama manusia. Hal ini tampak jelas dalam surat luqman ayat selanjutnya:
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (لقمان:17)
Dan sederhanalah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai. (Luqman: 19)
Penutub
Kesimpulan
Pendidikan menurut Al-Quran ialah meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan yang terdapat dalam dunia ini semuanya bersumber dari Allah swt yang ia ajarkan melalui wahyunya secara lansung maupun menggunakan perantara Malaikat Jibril kepada para RasulNya dan melaui IlhamNya secara lansung kepada sebagian umat manusia yang ia kehendaki tanpa melaui perantara apapun yang disebut ilmu Laduni.
Al-Hakim ialah julukan yang diberikan kepada Luqman sebagai seorang tokoh yang telah Allah dokumentasikan dalam Al-Quran. Salah seorang cerminan Rasulullah yang telah banyak memberikan suri tauladan bagi umat manusia untuk senantiasa bersyukur kepada Allah swt serta bertanggung jawab atas segala amanah yang diberikan kepadanya. Salah satu tangung jawabnya terurai lengkap dalam surah Luqman ayat 11 sampai 19 yang semuanya memceritakan keulekannya dalam mendidik anaknya dengan sangat memerhatikan tingkatan kebutuhan dan kondisi fsikologis anak.
Luqman membagi metode pendidikan menjadi dua tahapan. Pertama, hablu minallah mencakup pada empat hal. Pertama, penanaman nilai-nilai tauhid serta pengabdian kepada orang tua sebagai jalan menuju surga. Kedua, menanamkan tiang agama shalat sebagai kewajiban mendasar bagi perintah-perintah lainnya yang bersifat ubudiayah. Ketiga, mengokohkan keimanan anaknya dengan selalu bersabar. Keempat, meyakinkannya agar selalu sadar bahwasanya Allah selalu mengawasi setiap langkahnya baik itu terpublikasi maupun tersembunyi.
Sedangkan penanaman dalam perspektif hablu minannas terbagi menjadi tiga. Pertama, menanamkan rasa selalu untuk bersama ibunya dikala senang maupun susah, serta mampu mengarahkan orang tuanya ke jalan yang benar jika dibutuhkan. Kedua, selalu menjaga prilaku dalam setiap kegitan bermasyarakat, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, seperti cara berjalan, merendahkan suara dalam berbicara dan lain sebagainya.  
Saran
Penulis sadar makalah ini masih banyak mengandung kecacatan baik dari segi penyajian yang masih belum lengkap. Namun, penulis mengharap dapat memahami bahwasanya Ilmu yang diperoleh dari proses pendidikan semuanya bersumber dari Allah swt. Penulis juga berharap tahapan yang disajikan ini dapat di terapkan oleh orang tua dengan rapi sesuai dengan kebutuhan dan jenjang anak.
Demi ketetapan umur untuk memberikan pendidikan konsep Luqman penulis berharap pembaca dapat mengkaji kembali tulisan-tulisan lain yang menjelaskan tingkatan kesiapan anak dalam menerima ilmu pengetahuan baru.
Penulis sadar tulisan ini memiliki kecacatan dari segi isi dan bobot, maka penulis berharap akan lahir tulisan lain yang memuat studi kasus untuk menjelaskan tingkat perubahan karakter setelah menerapkan tahapan-tahapan Pendidikan konsep Luqman tersebut, serta potensi apa saja jika anak benar-benar mendapatkan pendidikan bertahap terseubut bagi lingkungan kehidupannya.




[1] Agus Wibowo. Pendidikan Karakter, Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Hal.9-10.
[2] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab- Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Hal.965-966.
[3] Aisyah Idris, Tafsir
[4] Maktabah Syamilah, Tafsir Ibnu katsir
[5] Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah
[6] Tafsir Sya’rawi,

0 Komentar